Rabu, 26 Desember 2007

Kualitas Pengelolaan Parpol Berdampak Pada Kualitas Kehidupan Bangsa dan Negara

KUALITAS PENGELOLAAN PARTAI POLITIK BERDAMPAK PADA KUALITAS KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA.





Untuk mengetahui bagaimana bagaimana proses keputusan politik diambil oleh partai politik peserta pemilu, maka kita harus melihat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Politik yang bersangkutan. Selama ini informasi mengenai AD/ART partai politik sangat minim diketahui oleh rakyat pemilih. Apalagi sebagian pemilih tidak memiliki kemampuan untuk menilainya.



Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa reformasi dan demokratisasi yang terjadi di Indonesia telah menghasilkan pemindahan kekuasaan dari tangan seorang diktator ketangan penguasa/elit Partai Politik.

Dengan kata lain resiko dari sistim diktator Orde Baru, telah berubah menjadi resiko pengelolaan partai politik oleh para elit atau penguasa partai. Nasib masa depan bangsa menjadi tergantung kepada karakteristik dan kepentingan para elit partai yang diatur oleh AD/ART partai yang bersangkutan.



Kalau demikian, apa yang menyebabkan tingginya resiko pengelolaan partai politik?



Pada dasarnya ada tiga hal resiko Partai Politik yang dapat merusak sendi sendi kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu:



a. BUDAYA UANG: Apabila kebijakan sebuah partai politik didominasi oleh politik uang, maka akan berbuah korupsi yang sistimatis dalam kehidupan negara.



Dengan kata lain, apabila jabatan struktural dan pimpinan Partai dari tingkat nasional sampai dengan tingkat daerah dianggap sebagai kekuasaan yang hanya dapat diperoleh dengan uang, maka yang terjadi adalah transaksi jual beli jabatan. Demikian juga untuk mendapatkan kesempatan menjadi kepala pemerintahan dan anggota legislatif.



Akibatnya semua calon calon yang terpilih dari partai tersebut adalah mereka yang mau mengeluarkan uang untuk membeli kekuasaan tersebut. Konsekuensinya, ketika mereka menjabat, baik sebagai pimpinan pemerintah maupun anggota legeslatif, mereka secara otomatis harus melakukan korupsi untuk mengembalikan uang yang mereka investasikan.



b. BUDAYA FEODAL: Jika Partai Politik membudi dayakan feodalisme dengan menciptakan pimpinan tunggal berkuasa penuh, maka budaya demokrasi akan mati. (Kita lihat Presiden Soeharto dengan Orde Baru nya).

Di Indonesia (dan dibeberapa negara lain juga), budaya feodal dapat tumbuh dengan subur, sehingga benih benih feodalisme akan mudah berkembang, karena pemimpin partai dianggap kepala suku yang wajib disembah karena memiliki wewenang mengeluarkan fatwa yang tidak dapat diperdebatkan.



Kondisi seperti ini bersifat destruktif terhadap kemandirian organisasi Partai Politik dan akan merambah kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



Feodalisme dalam Partai Politik merupakan virus yang mematikan demokrasi dan menyuburkan sistim fatwa pimpinan atau otoriterianisme dengan kedok demokrasi. Karena proses demokrasi seperti pemilihan umum hanya menjadi alat legitimasi belaka.



c. BUDAYA KONFLIK: Perebutan kekuasaan didalam Partai Politik merupakan ciri yang sangat kental. Jika struktur kepemimpinan partai menerapkan kekuasaan mutlak berada disatu tangan, maka akan terjadi perebutan tampuk kekuasaan yang sering kali memecah belah partai politik. Karena Partai Politik dianggap sebagai alat kekuasaan yang dapat dijadikan sumber nafkah para pimpinannya. Apalagi jika kekuasaan tersebut tidak terkontrol, karena berada dalam genggaman satu orang.



Jika proses seleksi calon calon legislatif dan calon kepala pemerintahan yang dilakukan Partai Politik didominasi oleh UANG, FEODALISME DAN KONFLIK KEKUAASAAN, maka rakyat pemilih hanya dijadikan pelengkap penderita dan pemilu menjadi alat legitimasi.



Para kader PDP wajib melakukan pencerahan kepada semua golongan masyarakat, terutama kepada mereka yang pesimis dan tidak mau mengerti betapa besar resiko bagi bangsa dan negara, jika kita tidak melakukan pembaruan didalam tubuh partai politik.



Tanpa maksud menuduh atau memiliki tendensi menuduh partai partai politik yang ada, marilah kita kembalikan lagi kepada pertanyaaan sebelumnya; “kenapa Indonesia tidak maju-maju, padahal reformasi dan demokrasi telah dilaksanakan?”

Tidak ada komentar: