Selasa, 25 Desember 2007

Pembaruan Partai Politik

PEMBARUAN PARTAI POLITIK

Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) menganggap tugas dan tanggung jawab Partai Politik sangat penting dan strategis dalam menentukan kualitas kehidupan negara dan bangsa Indonesia. Karena Partai Politik memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu menjaring, menganalisa dan menyeleksi calon calon pemimpin dan penyelenggara negara.

Partai politik merupakan institusi demokrasi yang tidak kalah penting dari Pemilihan Umum.

Jika Pemilu memilih para calon/kandidat, maka Partai Politik adalah lembaga yang menyuguhkan calon/kandidat tersebut untuk dipilih oleh rakyat.

Oleh karena itu PDP, yang dibentuk oleh semangat Gerakan Pembaruan didalam tubuh Partai Politik, memiliki Visi dan Misi untuk menciptakan sebuah Partai Politik yang dapat menjamin suatu proses seleksi yang berkualitas dan demokratis.

Fakator apa saja yang harus dilihat, untuk menilai kualitas dari proses pengambilan keputusan dalam partai politik?

Ada tiga faktor penting yang sangat mempengaruhi proses pengambilan kebijaksanaan strategis dan keputusan politis yang dilakukan oleh partai politik dan selanjutnya menentukan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu:

1. Ideologi Partai Politik.
2. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Politik.
3. Kebijakan (PLATFORM) Partai Politik.


PERTAMA: IDEOLOGI PARTAI

Unsur utama yang dipakai oleh Partai Politik dalam melakukan proses seleksi calon pemimpin/penyelenggara negara adalah Ideologi Partai. Bahkan ideologi tersebut juga menjadi pedoman dan pegangan Partai dalam menjalankan kebijaksanaan dan perilaku para kader/anggota.

Sesuai dengan amanat para pendiri dan para pahlawan kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa dan raga untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan falsafah Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ideologi Partai yang dianut oleh PDP adalah: Pancasila.

Oleh karena itu, kriteria seleksi yang utama terhadap calon calon pemimpin dan penyelenggara negara dari PDP adalah pemahaman tentang ideologi Pancasila dan semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Para kader partai, pemimpin/penyelenggara negara yang akan terseleksi oleh PDP harus memiliki pemahaman dan reputasi yang baik dalam pengamalan Pancasila. Yaitu:
o Memperjuangkan Persatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam Suku, Ras dan Agama.
o Menghormati hak hak azasi manusia. Yaitu kebebasan berpendapat dan menentukan pilihan, termasuk memilih agama.
o Mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Para calon pemimpin/penyelenggara negara yang akan disuguhkan oleh PDP kepada rakyat pemilih dalam Pemilihan Umum, harus memahami dan memiliki tekad untuk mempertahankan dan mengamalkan ideologi partai tersebut.



KEDUA: ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI (AD/ART)

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Politik sangat menentukan kualitas calon pemimpin/penyelenggara negara yang akan disuguhkan kepada rakyat untuk dipilih dalam Pemilu.

Integritas dan kapabilitas, para calon pemimpin/penyelenggara negara, selain ditentukan oleh ideologi partai, juga sangat tergantung dari sistim organisasi dan budaya yang ada didalam partai politik.

Seperti telah diuraikana secara panjang lebar, AD/ART partai sangat menentukan apakah BUDAYA UANG, FEODALISME DAN KONFLIK KEKUASAAN dapat tumbuh subur didalam pengelolaan Partai dan mendominasi proses seleksi calon pemimpin/penyelenggara negara yang akan disuguhkan kepada rakyat untuk dipilih dalam Pemilu.

Kekuasaan dan wewenang yang terkonsentrasi pada satu orang ditambah dengan budaya partai yang feodalistis akan menghasilkan proses seleksi yang tidak demokratis. Penguasa partai cenderung berfungsi sebagai pemegang hak atas kekuasaan secara mutlak. Sehingga kekuasaan menjadi komoditas yang dapat diperjual belikan.

Memahami dan menyelami potensi destruktif seperti ini, PDP menganut sistim kepemimpinan kolektif yang dituangkan dalam AD/ART partai.

Dengan sistim kepemimpinan yang kolektif, berarti kebijakan strategis partai diambil berdasarkan keputusan secara kolektif, yaitu oleh Pimpinan Kolektif Nasional (PKN). Demikian juga ditingkat Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan bahkan sampai dengan tingkat Desa, Anggaran Dasar PDP mengamanatkan sistim kepemimpinan yang bersifat kolektif.

Tujuan lain yang tidak kalah penting dari sistim pimpinan kolektif yang tertuang dalam Anggaran Dasar PDP adalah untuk mencegah kemungkinan terbentuknya feodalisme dan sistim wara-laba (frenchise) kekuasaan didalam organisasi partai, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.

Sistim ini, sekaligus merupakan pengamalan secara utuh sila ke 4 dari Pancasila, yaitu; “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam perwakilan/permusyawaratan.”

Kerakyatan yang dipimpin oleh HIKMAH KEBJAKSANAAN, berarti bukan dipimpin oleh satu orang yang bersifat otoriter atau oleh satu orang yang memiliki wewenang mengeluarkan fatwa. Akan tetapi oleh pimpinan kolektif yang menghasilkan hikmah kebijaksanaan.

Pimpinan kolektif dalam PDP, selain merupakan pengamalan sila ke 4 Pancasila secara utuh, juga bercirikan pluralisme yang sesuai dengan semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika.

Arti yang tersurat maupun tersirat dari istilah Perwakilan/ Permusyawaratan adalah adanya pluralisme dan keaneka- ragaman Suku, Agama dan Ras.

Dengan demikian, Pancasila, merupakan pedoman dan petunjuk yang melandasi pembuatan struktur organisasi partai dan sekaligus menjadi pedoman bagi proses seleksi para calon pimpinan/penyelenggara negara yang akan disuguhkan untuk dipilih oleh rakyat dalam Pemilihan Umum.

Sistim Pimpinan Kolektif yang dianut oleh PDP merupakan pengamalan ideologi Pancasila secara konsekuen, sekaligus bertujuan untuk menghindari terjadinya budaya feodal, uang dan mencegah konflik perebutan kekuasaan.

Sistim Pimpinan Kolektif (Tingkat Nasional sampai tingkat desa) tidak menganut kekuasaan pada tangan satu orang, tetapi justru memberikan solusi untuk menghindari perebutan kekuasaan secara mutlak (winner take all) dalam kepemimpinan partai. Karena setiap anggota Pimpinan Kolektif Nasional memiliki Hak Suara yang sama. Demikian juga antara sesama Pimpinan Kolektif Propinsi; Pimpinan Kolektif Kabupaten/Kota; Pimpinan Kolektif Kecamatan dan Desa. Tidak ada satu orang anggota Pimpinan Kolektif Nasionalyang lebih berkuasa dari anggota Pimpinan Kolektif Nasional lainnya. Dengan demikian sangat kecil kemungkinan untuk tumbuh berkembangnya budaya Uang, Feodalisme dan Konflik didalam tubuh Partai Demokrasi Pembaruan.

Semangat inilah yang sesungguhnya merupakan semangat Pembaruan didalam pendirian Partai Demokrasi Pembaruan yang diwujudkan dengan penuh pengorbanan dan kesadaran para kader partai, betapa pentingnya pembaruan partai politik untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa Indonesia.

Membangun suatu sistim organisasi partai yang demokratis dan terbuka, menerapkan proses pengambilan keputusan yang berkualitas tinggi agar Pemilu tidak membuat rakyat sebagai pelengkap penderita yang harus menanggung beban dan resiko.



KETIGA: PROGRAM (PLATFORM) PARTAI

Setelah Ideologi dan AD/ART partai, selanjutnya adalah Program atau Platform Partai Politik. Program partai memiliki peranan yang menentukan dalam perbaikan kesejahteraan dan kemajuan bangsa.

Ketika partai politik berhasil menempatkan wakil wakilnya yang duduk sebagi penyelenggara negara, maka mereka seharusnya menciptakan dan melaksanakan kebijakan yang berpedoman kepada program (platform) partai mereka.

Program partai harus dikomunikasikan kepada rakyat pemilih dan selanjutnya menjadi kontrak politik yang harus dilaksanakan.

Pemilu di Indonesia masih belum menaruh perhatian terhadap program partai politik, padahal rakyat pemilih harus meneliti dan memahami program partai politik peserta pemilu, sebelum rakyat pemilih menjatuhkan pilihannya:

Kenapa bisa terjadi? Ada dua kemungkinan, yaitu;

1. Partai politik masih mengandalkan karisma individu pimpinannya.
Pemilihan yang berdasarkan karisma dan popularitas individu, memang tidak dapat dihindarkan. Namun demikian, perlu disadari bahwa popularitas tersebut secara alamiah akan pudar dan tidak langgeng. Apalagi kekuasaan yang bersifat abusif akhirnya akan mengkikis popularitas yang dimiliki oleh individu tersebut.

2. Tingkat pendidikan rakyat pemilih masih relatif rendah untuk mencerna program partai.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan rakyat pemilih pada umumnya sangat rendah dan tidak mampu mengerti program program yang jelimet dan bersifat akademis. Mereka akan lebih mudah dipengaruhi oleh janji janji yang mengiurkan dan walaupun tidak realistis. Mereka hanya memiliki kepentingan jangka pendek

Akibatnya, setelah Pemilu, banyak kekecewaan yang terjadi dan semua mengalami kebingungan. Kemudian Pemilu selanjutnya hanyalah merupakan ekspresi kekecewaan kepada pemimpin (Partai) yang berkuasa, yaitu dengan cara memilih pemimpin (Partai) yang baru.

Selanjutnya kekecewaan demi kekecewaan akan menyertai setiap pemilu.

Kondisi obyektif yang terjadi di Indonesia merupakan perpaduan ideal dari kedua kenyataan diatas. Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, maka demokrasi di Indonesia akan masuk kedalam lingkaran setan yang menyengsarakan rakyat.

Tidak ada komentar: